Minggu, 15 Januari 2012

PRODUK INDONESIA, Mengapa Kalah bersaing ? (revisi)

Produk Indonesia akhir-akhir ini keberadaannya semakin terjepit. Jika kita sempat bepergian ke ITC Mangga Dua, berbagai fashion mulai dari lingerie, hingga leather goods semua barang impor.
Bahkan, baju batik pun banyak didatangkan dari negeri China.

Gempuran produk China baik fashion, mainan, stationary, sangat sporadis. Pergilah ke Tanjung Priok "International Container Terminal (ICT)" container minimal 40ft datang dari China. Itu baru yang melalui jalur resmi. Belum lagi yang hand carry, atau selundupan. Kondisi ini sungguh sangat mengkhawatirkan. dalam tempo 1 tahun gempuran produk ini, telah banyak merontokkan usaha rumah produksi dalam negeri.

Hal ini memang menjadi suatu dilema. Disatu sisi merupakan keuntungan bagi konsumen, karena harga produk China yang relatif lebih murah. Namun dimasa mendatang lambat laun akan menjadi suatu pukulan balik bagi konsumen sendiri.

Kerugian akibat banjirnya barang impor :
Dengan semakin membanjirnya produk impor, telah memukul industri di dalam negeri. ada banyak kerugian yang diderita bangsa Indonesia akibat produk impor berstandar rendah,yang telah menjadi barang substitusi (Substitution goods)
Sisi Konsumen :
  1. Memperoleh produk dengan kualitas rendah
  2. Efek produk berkualitas rendah yang meragukan baik untuk kesehatan maupun durabilitasnya (durability)
  3. Kamuflase harga.Tampak secara nyata produk impor, lebih murah harganya. Padahal, jika kita sejenak menghitung ternyata harganya jauh lebih mahal.
Ilustrasi :
Batik Cina, harganya LEBIH RENDAH. ingat rendah ! bukan murah ! Dengan harga Rp. 35.000,- kita telah memperoleh sebuah hem batik. Murah ?
Oh tidak ! karena, hem tersebut durabilitasnya sangat singkat.
Baru 1 kali pakai, warnanya sudah luntur. Bahannya sangat panas dipakai bagi tubuh kita. Belum lagi kualitas jahitnya yang rendah. Ternyata barang impor yang selama ini kita beli adalah BARANG MURAHAN !!!

Bagaimana bisa kita pakai kerja untuk ngantor tiap hari Jum'at ? Nggak Pede lagi....


Bandingkan dengan batik asli buatan Indonesia. Harganya memang minimal Rp. 200rban. Mahal ?
Oh, tidak ! karena, dipakainya sangat nyaman, bahannya lembut dikulit. Jahitannya juga bagus. bisa dipakai untuk ke kantor, arisan, acara pernikahan, acara halal bi halal, reuni dan lain-lain acara formal maupun acara keluarga. Murahkan ????


Sisi Produsen
  1. Dengan semakin terpukulnya industri lokal, banyak produsen yang akhirnya gulung tikar, alih usaha menjadi "Agen Produk Asing". Hal ini terasa betul, karena margin keuntungan sebagai peritel lebih besar ketimbang sebagai produsen. Sehingga, secara martabat, bangsa kita telah menjadi "Pesuruh Produk Asing"
  2. Dengan hancurnya industri lokal, maka perlahan tapi pasti, bangsa kita telah menjadi "makanan produsen asing". Ketergantungan pada produk impor akan membuat kita menjadi sulit untuk bangkit.
Setelah kita melihat begitu banyaknya kerugian bangsa ini akibat produk impor, apakah sebagai bangsa yang bermartabat kita diam saja ? Tidak. Kita harus segera benahi, mulai dari awal. Membangun membutuhkan kebersamaan dan keeratan. Lihatlah sebuah bangunan menjulang tinggi, yang luluh lantak hanya karena guncangan kecil. Apa penyebabnya ? ya... "Keeratan" antar elemen bangunan tersebut sangat kurang. Pondasi tidak dibuat semestinya, pilar-pilar penyangga asal berdiri, namun tidak erat tersambung.

Demikian pula akibatnya jika kita membangun perekonomian, yang jika tidak disokong oleh pilar-pilar ekonomi secara erat dan harmoni, maka perekonomian kita akan segera runtuh saat ada krisis ekonomi berskala kecil sekali pun. Rasa saling percaya dan kemauan dalam kebersamaan adalah pilar kokoh dan pondasi kuat yang dapat membangun negeri ini secara permanen.

Dalam kaitannya dengan perindustrian, pilar-pilar keekonomian dimaksud meliputi Pemerintah, Pengusaha, Masyarakat dan Lembaga-lembaga penunjang. Semua elemen harus beremulsi dan bersenyawa agar dapat menciptakan kekuatan industri.

Industri memang membutuhkan proses panjang, walau gain nya rendah, namun hasilnya akan sangat berdampak lama ketimbang perdagangan yang hanya mengandalkan siklus jual beli, tanpa proses produksi lagi, namun gain nya sangat tinggi.

Jika perdagangan menyertakan produksi penambah nilai, (value added) maka sesungguhnya gain yang dihasilkan akan lebih tinggi lagi. Faktor inilah yang kini kurang diperhitungkan oleh bangsa kita yang kurang berminat untuk berproduksi.

Memang, manisnya gain dari perdagangan telah melenakan kita sebagai bangsa bermartabat. perdagangan yang dilakukan cenderung berupa barang mentah (raw material), produk komoditas, dan sedikit sekali pelaku industri. Bahkan lebih didominasi perdagangan barang impor. karena pola keekonomian inilah, perlahan tapi pasti perindustrian di Indonesia semakin merosot. Anehnya, investor luar negeri justru tertarik untuk melakukan investasi manufaktur. mereka dengan keyakinan penuh, dan optimis dapat berproduksi di negara kita.

Apakah investasi asing atas perindustrian ini yang kita banggakan ? Lihatlah, betapa banyak industri garment tanah air yang berhasil mengekspor hasilnya ke luar negeri. Apakah itu asli industri Indonesia ? Kenyataannya adalah pelaku industri itu bukan bangsa Indonesia. Bangsa kita hanya sebagai buruh. pengekspor tetaplah bangsa asing, yang berproduksi di negara kita. Apakah GDP itu murni capaian perekonomian kita ? tidak. Cash in flow memang ada. namun, Uang tersebut sejatinya adalah milik orang asing yang menanamkan investasinya di Indonesia.

Akhirnya bangsa kita terlupa untuk berproduksi akibat angka fantasi GDP yang diraih. Tak lagi mau berinovasi untuk memproduksi suatu produk, namun akhirnya akan menjadi konsumen perahan bagi pelaku bangsa lain.... Inilah mengapa produk bangsa Indonesia kalah dalam persaingan, karena kurangnya perhatian dan fokus industri hanya pada penanaman modal asing.
Original by GHUELLA RIDWAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tujuan tulisan ini adalah untuk berbagi ilmu, wawasan dan simpulan suatu realita kehidupan untuk memperoleh solusi terbaik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ke arah yang lebih baik, lebih maju.
Harap komentar disampaikan SECARA SANTUN dan INTELEKTUAL. Bukan untuk DEBAT, melainkan untuk MELENGKAPI.