Sabtu, 14 Januari 2012

SINGLE PARENT :
Tidakkah Lebih Baik Bersama ?


“Sesungguhnya perceraian, adalah suatu hal yang seharusnya sangat-sangat terakhir untuk dipikirkan”
“Bagaimana mungkin taraf pendidikan masyarakat yang kini jauh lebih berkembang dan maju, telah mendorong kasus perceraian menjadi semakin tinggi ?



Dalam beberapa tahun terakhir ini, sering kali berbagai media mengangkat tema tentang bagaimana kiat-kiat dan persiapan diri jika terjadi musibah kiamat rumah tangga. Apakah ini sebuah pertanda sedang terjadinya fenomena sosial? Fenomena seperti ini bukanlah sesuatu yang baik. Perceraian merupakan indikasi kecerdasan sosial masyarakat yang buruk.
Tingkat perceraian beberapa tahun terakhir ini cenderung meningkat tajam. Ditambah lagi, dengan dieksposnya perpecahan rumah tangga dari kelompok selebrita. Kaum selebrita yang notabene kini menjadi “panutan” masyarakat dalam bersikap dan bertindak. Sadar atau tidak, hal ini telah menggiring opini masyarakat bahwa perpecahan rumah tangga adalah suatu hal yang biasa.
Sesungguhnya perceraian, adalah suatu hal yang seharusnya sangat-sangat terakhir untuk dipikirkan, apalagi dibicarakan dan diwujudkan. Karena secara tidak langsung perceraian menunjukkan tingkat ego masyarakat yang semakin tidak terkendali. Ditambah lagi dengan wawasan yang salah kaprah sehingga masyarakat tidak lagi mensakralkan suatu lembaga rumah tangga. Sangat ironi, kasus perceraian justru lebih dominan terjadi dikalangan terpelajar, yang hidup diperkotaan, bahkan kalau boleh dibilang, segala sumber daya berupa materi sudah dicukupi. Apa lagi yang kurang ? Mobil dua, rumah tiga, tabungan dan asuransi punya….
Gaya hidup, telah menuntut kita semua untuk berlomba berusaha mendapatkan apa yang sebetulnya tak perlu dipenuhi untuk menambah gaya kehidupan kita. Pertanyaannya adalah kenapa mesti banyak gaya ? ngapain susah-susah mencari kompensasi diri ? Mencari pelarian ?

SINGLE PARENT : menambah kesulitan hidupPernahkah terpikirkan oleh kita bahwa kondisi single parent itu sangat tidak enak ? seharusnya kita tidak berlindung pada alasan bahwa lebih baik sendiri … lebih bebas… mau mengambil keputusan apa saja semua kita yang tentukan.
Padahal, dalam kebebasan semu yang kita miliki, sesungguhnya kita berada dalam kondisi mengawang-awang… tak tau mau kemana. Akhirnya, kita mencari pelarian untuk menghibur diri. Mencari kesibukan untuk mengalihkan keinginan hidup berdampingan, dan lebih egois lagi, mengenyampingkan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Padahal dalam pengambilan keputusan atas suatu tindakan, kita tak tau harus curhat pada siapa? Sahabat karib? apakah dapat kita percaya 1000%? kemana sahabat ketika kita sedang menangis ? apakah ia juga menangis? Apa sungguh tangisnya? Setelah ia selesai turut menangis, apakah masalah kita dan resiko kita ia mau menanggung juga ? jika kita kena PHK, namun ia lolos dari PHK, apakah ia mau juga menganggur menemani kita? Jawabannya pastilah Cuma turut prihatin… Hanya pasangan hidup kitalah yang sesungguhnya mau mengerti dan turut merasakan dan mencari solusi atas semua problema yang kita hadapi.
“Ngapain” kita harus mempersiapkan diri menjadi single parent ? Sebab jika pikiran kita telah kearah single parent, pada dasarnya kita telah kehilangan kepandaian dan kehebatan kita dalam beberapa hal, yaitu manajemen emosi, manajemen waktu dan attitude. Bandingkan seberapa sering kita memikirkan keutuhan rumah tangga dalam 1 bulan? dengan seberapa sering kita melupakan kata single parent ? Jika “jarang” adalah jawabannya, maka tinggal tunggu waktu kehancuran rumah tangga akan terjadi.
Oleh karenanya, marilah kita jauhi persiapan menjadi single parent. Pikirkanlah selalu bahwa kita pantas untuk hidup bahagia secara utuh. Karenanya, yang harus ada dalam pikiran kita adalah bagaimana bahagia bersama.

Bagaimana jika telah terjadi ?
Tentunya kita makhluk hidup mempunyai hak untuk mendapatkan masalah, dan memiliki kewajiban menyelesaikan masalah dengan baik. Memang tidak dilarang kita berkonsultasi kepada sahabat, rekan atau para ahli. Namun yang perlu diingat adalah bahwa yang memahami situasi rumah tangga kita adalah kita sendiri. Pihak luar tidak lah mengerti dengan situasi dan kondisi yang terjadi dalam rumah tangga kita.
Setiap penyakit pasti ada obatnya, namun setiap obat belum tentu berkhasiat sama terhadap penyakit yang ada dalam tubuh kita. Berhati-hatilah dalam “mengkonsumsi” nasehat  atau saran masukan yang kita terima. Sesal kemudian memang tiada guna. Karenanya perbaikilah dari diri kita. Mari mulai bangun dari dasar. Bahwa diri kita pantas mendapatkan kebaikan dari pasangan jika kita baik. Jangan berpuas diri dan merasa telah memberi lebih dengan pasangan hidup kita, atau terlalu menuntut lebih.
Jika musibah telah terjadi dan menimpa rumah tangga, langkah pertama yang harus dilakukan adalah koreksi diri. Jangan takut menjujuri diri sendiri. Tak ada yang tahu. Bahkan Tuhan pun akan salut pada diri kita. Tuhan akan lebih mau memberikan petunjuk dan jalan keluar atas musibah yang kita alami.
Kedua, lakukan koreksi dan perbaikan pada diri kita. Ketiga, cari pendamping hidup baru. Jangan tunda, jangan berprasangka buruk atas keburukan rumah tangga kita sebelumnya. Sebab jika kita berprasangka buruk atas musibah terdahulu, maka sesungguhnya penyebab keburukan itu ada pada diri kita juga.

Komunikasi dalam rumah tanggaKomunikasi yang terbuka dan jujur, adalah obat yang paling manjur. Bagaimana seorang dokter mampu memperoleh informasi berkaitan dengan penyakit kita secara lengkap ? Bisa saja kita dustai, namun kita tak mau menderita penyakit lain akibat salah obat. Pun demikian diri kita
tentunya tidak menginginkan penderitaan dalam kehidupan ini. Untuk itu, terhadap pasangan kita, jadilah “dokter cinta” terhadap pasangan kita. Jalankan tugas sebagai dokter cinta dengan baik, jauhi malpraktek. Layani dengan baik, sebab dengan pelayanan yang baik, sang pasien cinta tak akan mencari dokter lain. Jika “pasien” kita kurang jujur, carilah cara yang lebih bijak. Berkomunikasilah dengan pasien cinta kita secara intens. Dan sebaliknya, kita sebagai pasien juga harus jujur, sehingga dokter cinta kita melayani dengan baik. SELAMAT HIDUP BAHAGIA. (GR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tujuan tulisan ini adalah untuk berbagi ilmu, wawasan dan simpulan suatu realita kehidupan untuk memperoleh solusi terbaik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat ke arah yang lebih baik, lebih maju.
Harap komentar disampaikan SECARA SANTUN dan INTELEKTUAL. Bukan untuk DEBAT, melainkan untuk MELENGKAPI.